Postingan

Puasa Sosial Media. (Menulis hari ke-22)

Halo. Jadi, belakangan ini gue udah lama gak login ke akun-akun sosmed (baca: sosial media) gue. Akunnya masih ada, tapi gue log out. Aplikasinya gue hapus dari HP (baca: handphone ) gue karena memori HP gue juga penuh. Gue pernah mencoba untuk puasa sosmed sebelumnya karena gue penasaran dengan apa yang akan terjadi dengan hidup gue tanpa sosmed. Awalnya yah, karena gue mencoba challenge yang dilakukan oleh orang-orang di sosmed yaitu untuk puasa tidak menggunakan sosmed selama beberapa waktu tertentu, bisa sebulan, setahun, atau ada juga yang memutuskan untuk tidak menggunakan lagi. Jadi, gue memutuskan untuk puasa sosmed selama 1 bulan.  Gue akan langsung loncat ke apa yang gue rasakan selama 1 bulan puasa sosmed. Gue merasakan bahwa gue jadi ketinggalan. Gue nongkrong sama temen gue, gue tidak tahu apa saja yang sudah terjadi selama gue "pergi". Gue merasa tertinggal, lah. Di satu sisi, gue juga merasakan bahwa hidup gue menjadi lebih "tenang'. Yah, jadi merasa

Berbeda. (Menulis hari ke-21)

Halo. Kali ini gue mau nulis tentang "Berbeda". Tulisan kali ini secara substansi ada sedikit hubungannya dengan tulisan gue tentang "Prinsip". Di lingkungan sosial gue, gue selalu dianggap "aneh". Dalam tulisan ini, gue menganggap "aneh" menjadi "berbeda". Gue juga gak tahu apa yang membuat mereka berpikir demikian. Tapi, bagi mereka mungkin gue memiliki suatu sifat atau kelakuan yang tidak pernah mereka temui sebelumnya atau mungkin kemampuan bersosialisasi gue aja yang jelek (?).  Gue merasa menjadi berbeda itu berarti lu berani untuk stand up   for what you believe in, no matter how "uncommon" it is to certain people . Berani untuk nunjukkin pikiran kita atas suatu hal. Entah itu sikap, kelakuan, pola pikir, atau mungkin kebiasaan kita yang dianggap aneh oleh sekelompok orang membuat kita mungkin merasa dikucilkan dari kelompok sosial dimana kita menjadi bagian di dalamnya. Bagi gue, menjadi berbeda itu berarti otentik, as

Pernikahan. (Menulis hari ke-20)

Halo. Jadi, gue mau nulis tentang "Pernikahan". Pernikahan itu bagi gue merupakan satu momen suci dan sakral yang mengikat antara laki-laki dan perempuan, sehingga keduanya menjadi satu. Ini definisi gue tentang pernikahan (kalau ada yang berpikiran lain, silahkan). Bagi, gue pernikahan itu juga sifatnya jangka panjang, sampai kematian yang memisahkan keduanya. Jadi, pernikahan itu merupakan suatu hal yang, memang, harus diseriusi. Dalam arti, semua hal itu perlu direncanakan dan dibicarakan. Akan ada lobbying yang dilakukan antara kedua insan manusia, sehingga ketemu titik terang yang sekiranya bisa dicapai bersama. Kalau gak ketemu, gimana? Yah, harus ada yang ngalah salah satunya. Karena yang diutamakan bukan lagi kebutuhan pribadi, tetapi kepentingan bersama. Tidak lagi bicara "aku", tapi bicara "kita". (eaaa) Setidaknya, itu yang gue pikirkan tentang pernikahan. Gak bisa menjadikan umur sebagai dasar kesiapan dalam menikah. Untuk menikah, juga perlu

Pertarungan. (Menulis hari ke-19)

Halo. kali ini gue mau menulis tentang "Pertarungan". Disini konteksnya bukan fisik, tapi melawan lingkungan sosial.Tulisan ini ada hubungannya dengan tulisan gue sebelumnya "Independen". Jadi, bagi gue, gue kuat ketika gue udah berani dan percaya dengan kekuatan gue sendiri. Hal-hal tersebut bagi gue didukung dengan punya kemampuan dan ahli dalam bidang yang gue tekuni. Uang itu cuman tampilan luarnya aja.  Dengan gue jago dalam bidang yang gue tekuni, gue berani "menghajar" orang-orang yang seenaknya aja sama orang lain. Berasa paling belagu, bisa menguasai semua. Tapi, gue juga tidak menyalahkan mereka. Hal yang wajar jika manusia seperti itu. Tapi, gue gak mau berakhir seperti mereka. Dengan gue "diatas" nanti, gue gak boleh melupakan semua prinsip-prinsip yang membentuk gue jadi pribadi yang sekarang.  Pribadi yang punya prinsip "mau dimanapun pertarungannya, jabanin aja. gak pernah takut". Bagi gue, dengan prinsip seperti itu, yan

Mewujudkan Mimpi. (Menulis hari ke-18)

Halo. Hari ini gue mau berbicara tentang mimpi. Sepanjang hidup gue, salah satu penyesalan yang gue sesali adalah gue tidak berjuang atas mimpi gue. Banyak sekali kesempatan-kesempatan yang gue lewatkan karena gue enggak berjuang lebih dikit lagi aja untuk mimpi gue. Waktu itu, gue merasa dimatikan dengan rutinitas yang gitu-gitu aja, monoton. Akhirnya gue lupa dengan mimpi gue.  Orang-orang punya banyak mimpi. Tapi, faktanya mereka malah disuruh realistis, gak akan sanggup, dan lain semacamnya. Betul itu. Tapi, semua diawali dengan mimpi. Yah, mungkin ada orang yang ketemu dengan realita hidup, ia jadi mematikan mimpinya atau ada orang yang menyerah dengan mimpinya. Tapi, bagi gue, mimpi itu yang membuat gue merasa hidup, menyadarkan gue bahwa ada sesuatu yang mesti gue perjuangkan. Ada sesuatu yang harus gue wujudkan, bodo amat mau sesusah apapun itu tetap harus gue wujudkan. Mungkin, ada orang yang dihadapkan dengan kondisi yang membuat mereka gak mungkin untuk mewujudkan mimpi itu.

Independen. (Menulis hari ke-17)

Halo. Kali ini gue mau bicara tentang "Independen". Gue paling males dengan orang-orang yang lagi "diatas" terus berlaku semena-mena dengan orang lain. Gue paham bahwa manusia akan cenderung begitu. Tapi, kontrol-lah! Maksud gue, dengan mereka yang "diatas" ini menjadi semena-mena kok beraninya cuman sama yang "dibawah" mereka. Orang-orang "diatas" ini meskipun mereka "diatas" tapi sebenernya mereka gak "diatas". Bagi gue, orang yang layak disebut "diatas" ini adalah orang yang emang beneran "diatas" dan berani ngelawan gitu atau stand for something they fight for . Enggak banyak bacot, nunjukin harta sana sini, terus mau seenaknya sama orang orang lain. Maka dari itu, gue berpikir bahwa dengan gue independen, gak bergantung sama orang lain, gue jadi bebas untuk menentukan apapun yang gue mau. Tapi, enggak berarti melangkahi orangtua dan adik kakak gue juga, tapi lebih mencoba untuk bebas dari ken

Kematian. (Menulis hari ke-16)

Halo. Kali ini gue mau nulis tentang "Kematian". Bagi semua orang, kematian adalah hal yang menakutkan. Tapi, gue mencoba untuk menyambut kematian layaknya seorang sahabat. Maksudnya? Iya, gak ada yang perlu ditakuti dari kematian karena pada akhirnya semua orang akan mati, bener gak? Yang gue pikirkan saat ini jika nanti gue mati, gue tidak merasa takut dengan cara menjalani hidup gue dengan sebaik mungkin. Artinya, yah kesempatan apapun yang diberikan oleh Tuhan ke gue harus gue jaga benar-benar dan manfaatkan sebaik mungkin. Tentu dengan maksud untuk memuliakan nama-Nya.  Mungkin, pikiran gue terlalu menyederhanakan konteks dari kematian itu sendiri. Atau mungkin, pikiran gue belum cukup dewasa untuk memaknai arti kematian. Gue bisa salah atau benar, gak ada yang tahu. Tapi, gue pikir manusia itu yah sudah hakikatnya pragmatis, artinya ia memanfaatkan apapun yang bisa digunakan untuk kebaikan dirinya. Entah apapun itu yang ia gunakan, tujuannya untuk kebaikan dirinya. Jadi